Kamis, 15 Oktober 2009

GHONIMAH
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak ada di antara pasukan yang berperang dijalan Allah, lalu mereka selamat dan memperoleh harta rampasan perang (ghanimah) kecuali disegerakan dua pertiga pahalanya. Dan tidak ada di antara pasukan yang gagal, takut, dan menderita kekelahan kecuali disempurnakan pahala mereka."1)
Penyingkapan Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah bahwa yang dinamakan manusia dalam pengertian umum adalah kumpulan jisim alaminya (jasmaninya), nafsu hewaninya, dan rohnya yang mengatur rangkanya. Maka setiap perbuatan yang muncul adalah dari semua hal tersebut. Karena, masing-masing dari tiga hal itu merniliki andil dan bagian dalam perbuatan. Ketika seorang mujahid dijalan Allah memperoleh harta rampasan perang dan keselamatan, maka dia telah memperoleh bagian jasmaninya (fisiknya), itu adalah yang dimanfaatkannya berupa makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. Nafsu hewaninya pun mendapat apa yang diperolehnya berupa kelezatan kemenangan atas musuh, melakukan pembalasan terhadapnya, dan sebagainya berupa keuntungan-keuntungan hewani.
Maka tidak tersisa baginya selain yang dikhususkan bagi rohnya yang berpisah dari badannya sebagai balasan dari keimanannya, dan niat serta maksud yang benar berupa permusuhan (terhadap musuh) yang dilakukannya untuk mencari ridha Allah, kecintaan untuk meninggikan kalimatNya, menundukkan musuh-Nya, dan melaksanakan perintahNya. Ketika dia selamat dan memperoleh harta rampasan perang, dia tidak memperoleh dari jihadnya bagian rohnya kecuali bila dia menghadirkan dalam dirinya kebenaran janji al-Haqq yang mengabarkan hal itu. Itu merupakan hal yang menyertai setiap orang yang beriman. Maka jelaslah apa yang saya telah sebutkan bagi setiap orang yang mengamati bahwa pahala para mujahid terbagi, sebagaimana kami telah tunjukkan kedalam tiga bagian. Selain itu, orang-orang yang selamat dan memperoleh harta rampasan di antara mereka, telah disegerakan dua pertiga pahala mereka. Maksudnya, dua bagian dari tiga bagian. Kedua bagian itu merupakan bagian jasmaninya dan bagian nafsu hewaninya. Tersisa bagi mereka bagian roh mereka yang tersimpan di akhirat, berbeda dengan pasukan yang gagal dan mengalami kekalahan.
Karena itu, beliau saw bersabda, "Disempurnakan pahala mereka." Ingatlah rahasia-rahasia yang terpendam di dalam isyarat-isyarat kenabian, maka engkau tahu bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam itu "tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. (QS. an-Najm: 3) Selain itu, engkau akan tahu bahwa isyarat-isyaratnya meliputi pokok-pokok ilmu. Orang yang Allah tidak tampakkan padanya ilmu tersebut bukanlah termasuk para pewarisnya dan bukan pula termasuk orang-orang yang mengetahui syariatnya. Melainkan dia hanya pemelihara dan penukil bentuk-bentuk hukum lahir syariatnya tanpa mengetahul maksudnya, rahasia pemberlakuannya, dan kandungannya berupa ilmu dan hikmah. Maka pahami dan renungkanlah.
SALAF
RasuluLlah SAW bersabda; “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian mereka yang mengikuti mereka. Kemudian, setelah kamu ada orang-orang yang bersaksi tanpa diminta untuk melakukannya, mereka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersumpah dan tidak memenuhinya….” [Al Bukhari dan Muslim]
Dengan tujuan untuk memahami apa yang dimaksud dengan istilah Salafi sangat penting untuk menjelaskan perbedaan antara istilah berikut; As salaf, As Salafiyyah dan As Salafi.
1. Kata As Salaf di cirikan pada sebuah era, dalam bentuk jamak disebut Al Aslaaf.Ayat dibawah ini menggunakan kata Salaf untuk pengerti secara tepat:
“Dan Firaun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: “Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat (nya)? Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.” Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian. [QS Al Zukhruf, 43, 51-56]
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” [QS Al Ma’idah, 5: 95]
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” [QS An Nisaa’, 4: 22]
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [QS Al Baqarah, 2: 275]
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS An Nisaa’, 4: 23]
As Salaf secara bahasa adalah lawan dari khalaf yang berarti era sebelumnya dan sesudahnya. As Salaf terbagi menjadi dua era;
- As Salafus SalihIni adalah adalah golongan yang pertama dalam Ummat ini seperti Aadam, Nuh, Ibrahim, Musa, ‘Isa (as) dan lainnya serta RasuluLlah Muhammad SAW beserta Shahabat-shahabatnya ra.
- As Salafut TaalihIni termasuk seperti Iblis dan Fir’aun sebagaimana Allah SWT menyebutkannya dalam Qur’an.
2. Istilah As Salafiyyah adalah karekteristik pada sebuah manhaj, pluralnya disebut salafiyun. Kata ini diambil dari kata kerja Salafa yang berarti apa saja yang telah selesai, telah berlalu atau yang telah dimulai.
Istilah As Salafiyyah adalah sinonim dari apa yang disebut standar Islam (merujuk pada buku Standar Islam pada bab 1 oleh Syeikh Omar Bakri Muhammad) sebagaimana itu menujuk pada manhaj mengikuti Qur’an dan Sunnah berdasarkan dengan pemahaman Shahabah.
As Salafiyyah adalah standard dan itu bukan suatu karakter kelompok atau seseorang, selanjutnya bahkan menggunakan istilah seperti Salafiyyah Jihaadiyyah kurang tepat karena Salafiyyah secara defenisi termasuk Jihad.
As Salafiyyah dipahami sebagai berikut:
Ahlul Hadits – Ahli Hadits
Ahlul Atsar – Ahli Riwayat
Ahlul Jama’ah – Orang-orang dalam Jama’ah
Ahlus Sunnah – Orang-orang Sunnah
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Al Firqatun Naajiyah – Golongan yang selamat
At Taa’ifah Al Mansurah – Kelompok yang dimenangkan
Al Ghurabaa – Orang-orang yang terasing
Al Mufridun – Orang-orang yang taat
Al Muwahhidun – orang-orang yang taat
An Nuzaa’minal Qabaa’il – orang-orang yang menolak kebiasaan dan tradisi
A Immatul Hudaa
Ahlul ittabaa’ – Mereka yang mengikuti Qur’an dan Sunnah berdasarkan dengan pemahaman Shahabat, yang berlawanan Ahlul Ibtidaa’ yang mengikuti lainnya dan bid’ah.
3. Istilah As Salafi adalah karekter seseorang yang membawa keyakinan dan manhaj tertentu.
Kesimpulan
As Salaf – Ketika menyebutkannya merujuk pada Imamus Salaf yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Shahabat-shahabatnya sebagai sebuah era yaitu generasi pertama.
As Salafiyyah – ini berarti ‘dalam jalan salaf’ merujuk pada metode tertentu atau mekanisme untuk memahami, merujuk dan mengikuti wahyu.
As Salafi – Merujuk pada seseorang yang mengikuti keyakinan dan metode tertentu (manhaj As Salafiyyah).
Apakah diperbolehkan menggunakan istilah Salafi?
Rasulullah SAW duduk bersma Fatimah ra dan dia merasa sedih, dia bertanya pada Rasulullah SAW jika kamu wafat besok siapa yang akan aku ikuti? Beliau SAW berkata; ‘Aku adalah sebaik-baik salaf bagimu wahai Fatimah.’ [Muslim, No, 2482]
Jika RasuluLlah SAW adalah sebaik-baik Salaf bagi Fatimah untuk merujuk pada setelah dia wafat maka beliau juga adalah sebaik-baik Salaf untuk kita ikuti.
Diriwayatkan oleh Rasyid Bin Sa’ad dalam bab menaiki kuda liar; salaf dahulu menyukai mengendarai kuda liar betina. [Bukhari, jilid 6. hal 66, Fathl Bari]
Rasyid Ibnu Sa’ad adalah seorang Taabi’ akbar dan selanjutnya salaf baginya adalah Shahabat. Ibnu Hajar berkata bahwa salaf disini adalah Rasulullah SAW dan para Shahabatnya.
Pada bab apa yang shahabat simpan dalam rumahnya (makanan), diriwayatkan oleh Imam Zuhri dimana dia berkata ‘Aku berada pada salafus salih (ulama salaf) dan mereka akan menyimpan makanan dan bahkan tulang gajah untuk menyisir rambut mereka, untuk sabun dan transportasi.’ [Bukhari, jilid 1 hal 342, Fathul Bari dan Bukhari, Jilid 5 hal. 208]
Ibnu Hajar berkata bahwa salaf bagi Ulama adalah RasuluLlah SAW. Hadits Muhammad Ibnu Abdullah, Ali Bin Syuqaiq mendengar Ibnu Mubarak berkata ‘Aku tidak mengambil Hadits dari Amru Ibnu Tsabit karena dia tidak setuju dengan beberapa salaf’. [Muqadimah Shahih Muslim, hal. 6]
Imamal Uzai’, Kitaab ul Syariyyah, Jilid 58 oleh Imam Al Aujirii berkata berkaitan dengan ayat: Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunah (Allah terhadap) orang-orang dahulu”. [Al Anfal, 38] Tetap berdiri pada Sunnah dan berdiri dimana Salaf telah berdiri dan berkata apa yang telah mereka katakan, menahan diri dari apa yang mereka hindari, mengikuti manhaj Salafus Shalih, apa yang cukup bagi mereka adalah cukup bagi mereka.’
Ada ijma dari Tabi’in dan Tabi Tabi’in tentang istilah ‘salaf’.
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa ada ijma tentang istilah salaf dalam kitabnya Al Fataawa, Jilid 1, hal. 149 dimana dia menjawan Al Izzul dien Ibnu Abdus Salam adalah seorang yang beraqidah Ashari menyatakan menjadi seorang salafi. Ibnu Taimiyah berkata; …dan itu adalah orang yang menyamarkan dirinya sendiri dengan Mahzab salaf, tidak punya rasa malu atas orang yang mengklaim mengikuti salaf dan mengatributkan dirinya pada mereka dan menyatakan menjadi seorang salafi, kita harus menerima ini darinya karena jalan salaf adalah haq dan jika apa yang kamu sembunyikan sama dengan apa yang kamu tampakan maka kamu adalah mu’min dan jika itu tidak maka kami akan menilai yang ditampakkan dan Allah SWT mengetahui apa yang disembunyikan, dan in adalah apa yang Allah wajibkan kepada kita untuk menilai.
Apa yang Ibnu Taimiyah katakan adalah bahwa kita seharunya menerima dari seseorang yang mengklaim mengikuti salaf dengan menyebut dirinya sebagai seorang salafi dengan tujuan untuk mendorongnya dalam mengikuti manhaj ini, yang lebih baik daripada mengatakan bahwa mereka adalah Ashari dan Maturidi.
Tanda-tanda Ahlul Bid’ah adalah bahwa mereka tidak suka disebut Salafi
Ibnu Taimiyah, jilid 4 hal hal. 155, Kitabul Fatawa berkata; slogan ahlul bid’ah adalah bahwa mereka tidak pernah setuju diatributkan pada salaf.
Hafidz Ibnu Maruuf Ibnu Muhammad juga mengetahui sebagaimana Abu Tahir As Salafi bahwa ‘Salafi’ mempunyai dua fatha dan dia adalah seseorang yang mengikuti jalan salaf.
Muhammad Ibnu Muhammad Al Bahraani berkata bahwa dia berlaku sebagaimana salafi.
Ahmad Ibn Ahmad Al Maqdisi berkata bahwa dia seseorang yang berada pada Aqidah Salaf.
Daaruqutuni berkata bahwa tidak ada yang aku benci selain ilm kalam, tidak ada seorangpun yang memasuki ilmu ini, membantah dan berdebat kecuali Ahlul Bid’ah. Imam Dhahabi berkata tentangnya bahwa dia tidak pernah berbicara tentang Kalaam dan bahwa dia seorang Salafi.
Sebagian orang berkata bahwa tidak dibolehkan untuk menyebut diri kita salafi disaat apa yang Allah SWT katakan dalam Qur’an… maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. [QS An Najm, 53:32]
Fuqaha berkata bahwa jika seseorang berkata aku Atsari atau salafi dibolehkan melakukannya jika dia menjelaskan aqidahnya kepada orang lain, jika itu lakukan dengan tujuan untuk memuji dirinya sendiri maka itu dilarang.
Alasan bahwa kita tidak menggunakan istilah salafi dan mengatributkan diri kita karena Allah SWT melarang kita untuk memuji diri kita dan selanjutnya dilarang menggunakannya kecuali kita menginformasikan kepada orang lain tentang aqidah kita dengan tujuan agar mereka mengerti.

Rabu, 14 Oktober 2009

Membunuh Dengan Sengaja
Orang yang telah disabitkan kesalahan membunuh dengan sengaja boleh dijatuhkan hukuman asas, ganti dan hukuman tambahan. Hukuman asas bagi penjenayah bunuh dengan sengaja qisas dan hukuman ganti ialah diyat atau kaffarah.
Manakala hukuman tambahan pula ialah diharamkan daripada menerima pusaka, wasiat dan menanggung dosa.

Selasa, 13 Oktober 2009

Apabila pembunuhan berlaku secara tidak sengaja maka ia menggugurkan hukum qisos.
Maka disana ada 2 perkara yang perlu dilakukan

Pertama wajib membayar diyat kepada keluarga simati
Kadarnya ialah nilai 100 ekor unta

Kedua perlu melakukan kafaarah
Merdekakan seorang hamba, jika tidak mampu perlu puasa 60 hari.

Jika yang terbunuh itu kafir harbi, tiada apa-apa yang perlu dilakukan
jika kafir itu ahli zimmah diyatnya ialah 1/3 diyat muslim.

Sila rujuk tafsir untuk ayat 92 surah an nisaa`

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan tidak harus sama sekali bagi seseorang mukmin membunuh seorang mukmin yang lain, kecuali dengan tidak sengaja dan sesiapa yang membunuh seorang mukmin dengan tidak sengaja, maka (wajiblah dia membayar kafarah) dengan memerdekakan seorang hamba yang beriman
serta membayar "diat" (denda ganti nyawa) yang diserahkan kepada ahlinya (keluarga si mati), kecuali jika mereka sedekahkan (memaafkannya).
Tetapi jika dia (yang terbunuh dengan tidak sengaja) dari kaum (kafir) yang memusuhi kamu, sedang dia sendiri beriman, maka (wajiblah si pembunuh membayar kafarah sahaja dengan) memerdekakan seorang hamba yang beriman
dan jika dia (orang yang terbunuh dengan tidak sengaja itu) dari kaum (kafir) yang ada ikatan perjanjian setia di antara kamu dengan mereka, maka wajiblah membayar "diat" (denda ganti nyawa) kepada keluarganya serta memerdekakan seorang hamba yang beriman. Dalam pada itu, sesiapa yang tidak dapat (mencari hamba yang akan dimerdekakannya), maka hendaklah dia berpuasa dua bulan berturut-turut; (hukum yang tersebut) datangnya dari Allah untuk menerima taubat (membersihkan diri kamu) dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.